Saturday, April 28, 2007

Enzim Leadership
Ada sebuah kisah menarik tentang kehidupan komunitas kera di daerah Sanggeh Bali, dimana mereka berkomunal seperti layaknya kehidupan manusia yang memiliki pemimpin dalam sebuah komunitas. Komunitas kera tersebut dipimpin oleh seekor kera yang ukuran fisiknya lebih besar dengan memiliki bentuk rambut yang lebih panjang dari kebanyakan kera sekitarnya dan memiliki perbedaan pada rambutnya, berwarna lebih keputihan.

Ada sebuah tradisi di kelompok kera tersebut pada setiap tahunnya, yaitu perebutan kursi kepemimpinan yang akan dilakukan dengan bertanding dalam sebuah perebutan kekuasaan secara fisik, biasanya dengan berkelahi satu melawan satu dan jika dalam pertarungan tersebut sang penantang tidak berhasil mengalahkan sang pemimpin maka dia akan terusir dari kelompok dan daerah tersebut namun jika pemimpin sekarang kalah dalam pertarungan kekuasaan tersebut maka sang pemenanglah yang bertahta, ada keajaiban yang terjadi di mana dalam beberapa bulan kemudian secara fisik, pemimpin yang baru tadi ukuran tubuh berubah, tumbuh menjadi lebih besar dari ukuran kebanyakan dan rambutnya memanjang sendiri serta warnanya berubah menjadi memutih, seakan ada enzim kepemimpinan yang berlaku universal di badan kera yang menjadi pemimpin tersebut sehingga siapapun menjadi pemimpin hal tersebut akan tumbuh alami.

Menurut saya peristiwa diceritakan di atas adalah sebuah peristiwa universal yang berlaku di kehidupan dimuka bumi ini, jika anda atau siapapun anda menjadi pemimpin apalagi dengan jalan yang keras dan sulit maka secara alami maka ada enzim kepemimpinan mengalir dalam tubuh anda. Anda akan menjadi demikian kreatif, tajam dalam perpandangan, bertanggung jawab dan itu keluar secara alami. Dengan anda menjadi pemimpin atau entrepreneur dimana syarat pertamanya adalah JADI DULU dan jika periode itu sudah dilalui lalu enzim-enzim di dalam diri anda akan keluar, sebagai survival insting dan rasa tanggung jawab. Selanjutnya anda tinggal Fight - pasti anda menang.


Mental Berani Ditolak

“Kolonel Sanders berumur 66 tahun baru memulai berwirausaha dengan menjual resep ayam gorengnya, banyak yang menolak idenya. Tiap pagi dia keluar rumah berkeliling menawarkan resep yang sangat digemari anggota pasukan ketika masih berdinas dulu. Dia terus mendatangi restoran-restoran untuk menawarkan idenya hingga orang yang ke 1009 baru menerima konsep dan resep tersebut sehingga menjadilah Kentucky Fried Chicken seperti sekarang yang banyak menyebar di dunia ini.

Entrepreneur Asongan

Beberapa tahun belakangan ini istilah entrepreneurship mulai marak dengan kemunculan berbagai lembaga training di bidang ini. Banyak pengusaha yang mulai peduli dengan pembelajaran entrepreneurship dengan membuat kegiatan training.

Namun ketika kita amati, dalam pelaksanaan proses pembelajaran entrepreneurship ada hal-hal yang perlu kita cermati. Karena ada yang terjebak dalam hal praktek pekerjaan teknis. Misalnya teori dan praktek memasak bagi yang berminat pada usaha boga. Setelah pintar memasak belum juga berani mulai usaha, atau kalau toh berani buka usaha orang yang pintar secara teknis seperti ini akan terjebak pada pekerjaan teknis sehingga menjadi pekerja di usahanya sendiri dan merasa repot mengurus satu warung saja. Di restoran tempat saya kerja dulu, pemiliknya tidak bisa masak tapi dia pintar membuat sistem dan prosedur kerja sehingga dengan mengikuti sistem semua orang bisa pintar memasak. Akhirnya sang juragan bisa membuka banyak cabang.

Yang lebih parah lagi, peserta pelatihan disuruh latihan untuk menjual barang dagangan secara asongan di kereta, pasar dan di tempat keramaian lainnya, dengan alasan melatih mental. Lah, ini aneh sekali. Mental seperti apa yang bisa diharapkan dari cara latihan ngasong seperti ini?

Kalau kegiatan ngasong ini dilakukan sebagai uji coba bagi ide atau konsep atau produk baru, sekaligus menggali pendapat dari pasar tentang ide atau konsep atau produk baru tersebut, seperti yang dilakukan kolonel Sanders, maka kegiatan ini bisa dipahami. Tapi kalau yang dijual adalah barang- barang biasa dan sudah beredar di pasaran seperti kue, rokok, permen dsb. dan tidak ada tujuan yang jelas maka kegiatan ini menjadi sia-sia.

Sebagai calon entrepreneur mestinya mereka dilatih untuk berjualan secara kreatif dengan membuat nilai tambah dan mencari faktor kali sehingga sekali gerak bisa terjadi penjualan dalam jumlah besar. Selain dilatih untuk melihat peluang dan kreativitas mengorganisir sumber daya. Dengan dua hal terakhir ini saja saya bisa membuka sebuah usaha tanpa adanya modal uang. Inilah entrepreneurship yang sesungguhnya. Saya bisa melakukan itu karena adanya komunitas yang mendorong saya untuk senantiasa belajar dan belajar tiada henti.

Anang Sam, Indonesian Entrepreneur Society 021 70228877, 021 75904486

2 comments:

Anonymous said...

Artikel Yang menarik...
kunjungi juga :
http://www.klikpebisnis.com
PORTAL DAN KOMUNITSA BISNIS INDONESIA

ads said...

artikelnya menarik